Alifuru Supamaraina: 2017

Saturday, October 7, 2017

WARGA NEGARA DAN KEKUASAAN

      Oleh: M.Thaha Pattiiha

Warga Negara adalah penduduk suatu wilayah negara yang diakui dan tercatat sebagai warga negara berdasarkan aturan atau syarat-syarat kewarganegaraan dalam suatu negara. Seseorang bisa menjadi warga sebuah negara karena keberadaannya, keturunannya atau karena proses yang menjadikannya warga negara yang bersangkutan. Terdapat pilihan dan ketentuan yang sifatnya mengikat bisa atau boleh tidaknya, dan bagaimana seseorang diakui (tidak diakui) ketika menjadi warga sebuah negara.

Negara Indonesia memiliki sistem aturan hukum Warga Negara Indonesia (WNI), sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Undang-Undang tersebut yang menjadi landasan resmi status kewarganegaraan seorang penduduk yang memilih tinggal atau berdomisili dan menetap, mengakui secara pribadi dan diakui oleh negara, bahwa secara resmi dirinya adalah sebagai warga negara Indonesia. Hal ketentuan  yang sama, berlaku juga di negara lain di mana pun di seluruh dunia.


Hak dan Kewajiban

       Selaku warga negara seseorang padanya melekat hak dan kewajiban yang harus dimiliki dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh secara seimbang diantara keduanya. Ketika berharap mendapatkan hak, maka kewajiban lebih dahulu dilaksanakan. Namun demikian, bagi negara tidak ada pengecualian dalam memberikan hak kepada warga negara apabila warga negara telah dengan baik dapat menunaikan kewajibannya. Untuk itu sebagai warga negara memiliki tanggungjawab dan menjadi suatu keharusan untuk melakukan kewajibannya sebagaimana yang ditentukan dan diharapkan oleh negara.

Hak selaku warga negara adalah mendapatkan atau menerima sesuatu yang seharusnya dimiliki, secara umum hak yang harus didapatkan dari negara adalah berupa hak mendapatkan penghidupan yang layak, pendidikan yang baik, pelayanan kesehatan jaminan keamanan, perlindungan hukum dan keadilan, hak politik dan demokrasi, dan lain sebagainya.

Bagi warga negara Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, mencantumkan perihal hak dalam pasal 27 ayat(1 dan 2), pasal 28, 28D ayat(1), pasal 29 ayat (2), dan untuk kewajiban tercantum dalam pasal 28, pasal 28J ayat(1 dan 2) dan pasal 30 ayat (1).

Perlindungan negara terhadap hak dan kewajiban warganya dalam suatu negara, mendapat pengawasan juga secara internasional dari lembaga-lembaga dunia seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kelembagaan khususnya untuk hak-hak warga negara baik perseorangan, perempuan dan ank-anak, dan Lembaga Internasional untuk Perlindungan Hak Azasi Manusia. Tujuannya agar hak-hak setiap orang terlindungi dan terpenuhi di wilayah negara mana pun di seluruh dunia.

Negara yang bersikap abai terhadap hak-hak warga negaranya, negara bersangkutan dapat dikenai sanksi secara internasional dalam hubungan diplomatik dan hubungan pergaulan masyarakat dunia. Negara berkewajiban memberikan hak yang menjadi bagian kepentingan dan kebutuhan bagi kelangsungan kehidupan setiap warga negara. Bersamaan pula kewajiban setiap warga negara secara seimbang, diharuskan melaksanakan kewajibannya yang ditentukan dan dituntut oleh negara. Kelalaian satu dari antara keduanya, baik hak atau kewajiban, dapat berakibat timbulnya ketidakstabilan terhadap kehidupan bernegara, karena akan bermasalah bagi negara atau warga negara itu sendiri.


Baca juga ; 



Kekuasaan Negara

       Pengertian “Kekuasaan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kemampuan orang atau kelompok orang untuk menguasai orang atau kelompok lain berdasarkan wewenang, kharisma, atau kekuatan fisik dan atau kewenangan atas sesuatu untuk memerintah, mewakili, atau mengurus sesuatu. sedangkan pengertian negara menurut H.J.W. Hetherington, adalah institusi atau perangkat institusi yang menyatukan penduduknya dalam suatu wilayah teritorial yang ditandai secara jelas dibawah otoritas tunggal untuk menjamin tercapainya tujuan dasar dan kondisi kehidupan bersama.
Kekuasaan Negara dapat diartikan penguasaan orang atau kelompok berdasarkan wewenang, kharisma, atau kekuatan fisik, untuk memerintah, mewakili, atau mengurus kepentingan atas orang atau kelompok lain dengan otoritas tunggal dalam sebuah wilayah teritorial yang disebut negara, untuk menjamin tercapainya tujuan dasar yaitu  kondisi kehidupan bersama yang terbaik. Kekuasaan Negara dalam arti bermaksud positif, untuk mengatur dan mengurus kepentingan rakyat dalam negara dan hubungan dengan rakyat atau negara lain.
Kekuasaan bagai alat utama yang dimiliki Negara dilaksanakan atau dieksekusi melalui kelembagaan yang disebut pemerintahan. Lembaga pemerintahan terbagi-bagi lagi menurut tugas dan fungsi, masing-masing lembaga menjalankannya secara terpisah atau saling berhubungan dalam suatu organisasi pemerintahan berdasarkan pembagian porsi kekuasaan pemerintahan yang diemban.
Miriamm Budiardjo mendefinisikan kekuasaan sebagai kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan pelaku
Teori para ahli hukum tata negara tentang Kekuasaan Negara berubah dari waktu ke waktu dikarenakan tuntutan dan kondisi jaman pada saat para ahli hukum menyusun teori atau menterjemahkan cara praktis suatu kekuasaan negara pada saat sedang berlangsung. Dalam suatu kurun waktu bisa saja bentuk kekuasaan  negara tetap sebagaimana dikonsepkan, tetapi bisa juga berubah, sesuai kebutuhan konsep struktur dan fungsi dalam kekuasaan suatu pemerintahan pada masanya. Kekuasaan dalam prakteknya akan terbagi-bagi lagi dan dibedakan menurut fungsi dan wewenangnya, untuk memenuhi kepentingan menjalankan kekuasaan secara baik dan mencapai tujuan yang dicita-citakan suatu negara bagi kehidupan rakyat negaranya.
Lahirnya teori para Ahli Hukum Tata Negara bermula berkembang di daratan benua Eropa, teori tersebut diinspirasi menyaksikan kenyataan kekuasaan para Raja Eropa yang dipandang sangat absolut. Raja dengan kekuasaan absolutnya, sewenang-wenang mengendalikan segala hal yang berkenaan dengan kepentingan kekuasaannya dalam satu tangan, hanya Raja yang paling berhak mengatur, mengurus, menentukan, memutuskan, dan boleh memberi perintah. Kepentingan Raja dan keluarganya yang utama, kepentingan rakyat cenderung terabaikan. Rakyat hanya bisa patuh mengikuti apapun keinginan maupun perintah sang Raja berkuasa, Raja yang harus dilayani bukan sebaliknya, karena Raja adalah penguasa dan sekaligus pengendali pemerintahan tunggal.
Teori yang dikemukakan Montesquieu, salah satu ahli hukum, bahwa kekuasaan didalam suatu negara terdapat tiga cabang kekuasaan yang diorganisir dalam struktur pemerintahan, yaitu Kekuasaan Eksekutif (Eksekutive Power) sebagai pelaksana Undang-Undang, Kekuasaan Legislatif (Legislative Power) pembuat Undang-Undang, dan Kekuasaan Yudikatif (Judikative Power) pengawas pelaksanaan Undang-Undang. Pembagian kekuasaan tersebut dilaksanakan secara terpisah bagi orang maupun kewenangan atau fungsinya. Teori Montesquieu ini lebih dikenal dengan konsep Trias Politika.
Terdapat pula konsep oleh para ahli hukum lain yang mengemukakan pendapat atau teori tentang pembagian, fungsi atau wewenang maupun tujuan dari kekuasaan negara, diantaranya Jhon Locke, C.F. Strong, Cornelis Van Vallenhoven, H.J.W. Hetherington, Logemann, Roger H.Soltau, Thomas Hobbes, dari Indonesia saat ini yang juga mengemukakan konsep pemikiran tentang kekuasaan negara modern selain Miriamm Budiardjo, adalah antara lain Jimly Asshiddiqie.
Suatu negara harus ada kekuasaan, sebab menurut John Locke, kekuasaan hadir dari upaya individu menyatukan visi mereka dalam sebuah komunitas. Thomas Hobbes menyatakan bahwa kekuasaan adalah fungsi dari keberadaan sebuah negara, bahkan negara itu sendiri adalah bentuk lain dari kekuasaan, dan sebagai sebuah simbol, negara harus mempunyai kekuasaan yang luas dalam mengatur masyarakat.
Semua teori dan definisi tersebut bermaksud dan bertujuan baik untuk memberikan pedoman, landasan, pola, dan pemahaman, bagaimana suatu kekuasaan negara diselenggarakan, tertata secara tertib dan terstruktur, sesuai kepentingan atau keinginan, memenuhi maksud adanya suatu kekuasaan negara dan tujuan dibentuknya sebuah negara.

Tujuan Bernegara
          Negara Indonesia memiliki landasan hukum berpijak pembentukan negara, bentuk, tugas dan fungsi kekuasaan negara, serta tujuan bernegara, yaitu Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Di dalam Mukaddimah UUD 1945, menyatakan tujuan  negara, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
UUD 1945 sebagai landasan hukum kekuasaan dan bernegara, sebagaimana diketahui telah beberapa kali diamandemen, perubahan dengan maksud melakukan penyesuaian karena kebutuhan kekuasaan negara saat ini, guna mencapai tujuan bernegara bagi rakyat dan negara Indonesia. Amandemen tersebut tidak di -”haram” -kan, apabila bertujuan baik untuk kepentingan bersama seluruh rakyat, bukan semata karena alasan hanya demi memenuhi kepentingan atau ambisi sempit politik kekuasaan personal atau sekelompok orang dan bahkan kroni -nya di dalam dan di luar negara Indonesia yang sedang berkuasa atau agar nantinya bisa berkuasa.
Kepemimpinan Pemimpin Negara, yang dalam bentuk negara Indonesia dikuasakan kepada seorang Presiden sebagai pemegang mandat kedaulatan rakyat, dituntut untuk wajib mengetahui, tanggap, dan mampu mengatur, mengurus, memenuhi hak yang merupakan kepentingan dan keinginan seluruh rakyat negaranya. Cepat tanggap dan mentuntaskan segera, setiap permasalahan negara yang memungkinkan terjadinya instabilitas ketertiban dan keamanan oleh sesuatu ancaman, bahaya, mencegah penyebab adanya ketidak-adilan hukum, mencegah terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial, maupun kehilangan hak politik dan hak berdemokrasi.
Rakyat yang adalah pemilik hak kedaulatan kekuasaan negara, dituntut menjalankan kewajibannya sebagai warga negara menurut sistem dan tata aturan hukum yang dibuat dan disetujui bersama antara rakyat – melalui perwakilan Legislatif yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),  dengan  pemegang kekuasaan negara yaitu Pemerintah atau Eksekutif. Lembaga selain itu adalah Judikatif atau lembaga hukum yang berfungsi menyelenggarakan penegakkan keadilan hukum untuk persengketaan hukum atau perbuatan melawan hukum negara.
Kita bernegara untuk satu tujuan bersama, dengan menyerahkan wewenang kekuasaan kepada negara untuk diselenggarakan dan dilaksanakan melalui lembaga pemerintahan. Negara diberi kedaulatan untuk berkuasa dan membuat aturan hukum sebagai tatanan mengatur ketertiban, keamanan, dan untuk memberikan perlindungan maksimal bagi warga negara dan kepentingannya. Ketertiban dalam melakukan aktifitas sosial dan budaya, ekonomi,politik, dan demokrasi. Perlindungan keamanan, penegakkan kesetaraan dan keadilan hukum, melaksanakan fungsi perlindungan dan pemenuhan hak-hak warga negara secara menyeluruh.
Kepemimpinan negara yang lemah secara dukungan politik dari rakyat dikarenakan kinerja pemerintahannya yang tidak memenuhi keinginan mayoritas rakyat, tidak memberikan kepuasan maksimal yang dikehendaki rakyat. Rakyat mendukung pemimpin negara yang melaksanakan amanat rakyat, yaitu kesejahteraan hidup. Tercipta dan terbangunnya keseimbangan  antara hak dan kewajiban diantara negara dan rakyat - warga negara, dalam bentuk dukungan politik yang kuat, ditentukan oleh kepemimpinan kekuasaan negara yang juga harus benar-benar baik dan maksimal kinerjanya.
Haluan negara yang diperjuangkan sudah dapat dipastikan berlangsung sesuai cita-cita dan tujuan negara, melalui proses pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah, dan rakyat berkewajiban mendukung serta mengawasi, sesuai mekanisme atau sistem ketatanegaraan sebagaimana diatur dalam konstitusi negara.
Pemerintah atau pemegang kekuasaan negara dituntut harus bijak dan amanah, adalah merupakan kata kunci kepemimpinan kekuasaan negara yang dipastikan secara baik dan penuh diterima warga negara, barulah diakui dan dikatakan berhasil. Rakyat sebagai warga negara yang menentukan nilai baik dan buruk suatu pemerintahan pemegang kekuasaan negara, bukan sebaliknya pemerintah yang menilai kekuasaannya sendiri.

Ambon(Lorong Putri) ; 7 Oktober 2017

*Kepustakaan ; dari berbagai sumber

Tuesday, March 14, 2017

MANUSIA ; KELAHIRAN DAN KEHIDUPANNYA


          Kelahiran seorang manusia siapapun dan hingga kapanpun ke dunia, slain karena ditakdirkan oleh Tuhan untuk terlahir, pada dasarnya tidak dapat ditentukan sendiri oleh yang terlahirkan. Seseorang yang terlahir tidak dapat memilih dan menentukan, dari siapa, di mana, manusia yang bersangkutan akan terlahirkan. Adanya ketika sudah terlahirkan, demikianlah keberadaan dan keadaan itulah yang ditemui, dihadapi dan akan dijalani dalam perjalan kehidupannya di dunia, yang secara nyata ditemui serta dialami.

Kita sebagai manusia, sebagaimana makhluk dunia lainnya, terlahir karena telah ditakdirkan – menurut keyakinan keagamaan, kemudian hanya boleh menjalani dan meneruskan posisi kehidupannya apa adanya. Karena ketiadaan pilihan sebelum kelahiran ke dunia, maka tentu tidak mungkin memilih tidak untuk tidak menjalani apapun kehidupan nyata yang ditemui dan akan dijalani nantinya.

Dalam hal ketiadaan pilihan, manusia siapapun secara alami akan mengikuti bawaan lingkungan dimana dan dengan siapa, seperti apa akan dialami dan dijalani selanjutnya. Berarti setiap manusia dituntuk untuk kemudian melakukan penyesuaian untuk menyatu dalam lingkungan, komunitas dan keadaan bagaimanapun. Dikatakan terpaksa, juga tidak, tetapi kenyataan karena sebelum itu memang tidak dapat memilih untuk menentukan keberadaannya untuk berada di dunia.

Ketidak-berdayaan manusia dari kelahirannya terbatas kesempurnaannya, dengan tidak bisa memilih menjadi laki-laki atau perempuan, oleh orang tua atau ayah dan ibu seperti apa, di mana harus dilahirkan, berada pada suku-bangsa atau negara apa, ras atau warna kulit. Begitu juga  dengan keinginan-keinginan lainnya, tidak tersedia untuk itu. Selain berada pada kenyataan menerima seperti apa adanya sebagaimana ditemui saat terlahir ke dunia.

Dunia manusia adalah planet bumi yang menjadi tempat keberadaan kehidupannya. Tidak lebih luas bila dibandingkan dengan planet lain, dan luasnya alam semesta yang tersedia dan terlihat. Bumi sebagai lingkungan kehidupan manusia, menampung setiap kelahiran manusia sejak semula hingga saat ini. Di planet lain di alam raya, mungkin juga manusia dapat menjangkau dan menjalani kehidupan di sana, tetapi itu masih menjadi impian manusia, entah nantinya bisa atau tidak, masih dalam pemikiran dan usaha oleh manusia.

Sifat dasar hidup kemanusiaan manusia di bumi sebagai lingkungan kehidupan, telah terbentuk dengan berbagai hal yang terjadi berupa kebaikan dan keburukan, silih berganti atau masih sedang berlangsung. Persamaan dan perbedaan, kebersamaan dan pembedaan, keberagaman dan keseragaman, penyatuan dan perceraian, bermusuhan dan berdamai, penyambungan dan pemutusan, saling suka atau benci, bersama atau sendiri, atau siklus alami kehidupan, yaitu kelahiran dan kematian. Beragam sifat dan keadaan yang merupakan kenyataan terjadi dan dijalani di dalam kehidupan yang bukan saja terjadi pada manusia, tetapi juga seisi alam raya. Hanya saja dikecualikan kepada manusia, karena unggul secara kodrat oleh kesempurnaannya karena memiliki akal sebagai alat berpikir, tidak hanya naluri sebagaimana makhluk hidup lainnya.

Manusia unggul secara akal dan naluri, sehingga mampu melakukan segala sesuatu dengan sempurna. Mampu berpikir mendahului suatu tindakan dan akibatnya. Sudah bisa memperkirakan target dengan melalui suatu  perencanaan sejak awal tentang sesuatu yang akan dilakukan. Hasil yang diinginkan bisa baik atau buruk, untung atau rugi, kalah atau menang, menjadi dasar berpikir serta keinginan tindakan suatu kehendak. Tentu yang terbaik yang diharapkan, tetapi juga porsi terburuk bisa juga diinginkan karena prihal alasan sesuatu itu.

Antara satu manusia dengan manusia yang lain, karena ketidak-samaan berdasarkan asal-usul kelahirannya dan kemudian dengan sejarah perjalanan kehidupannya, perubahan, pembentukan, dan kenyataan kekiniannya, akan selalu berbeda secara fisik dan mentalnya. Sebaliknya kebutuhan akan kepentingan keterkaitan dan ketergantungan diantara sesama manusia, menjadi sifat persamaan yang menghubungkan dan menyatukan perbedaan.

Tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri, tidak ada kehidupan yang sempurna karena terpisah secara sengaja, tanpa kebersamaan dalam keberagaman dan perbedaan yang disatukan. Ketergantungan selalu hadir disaat kapanpun untuk hal apapun, terhadap kebutuhan pada orang lain guna menyempurnakan hidup sendiri atau kehidupan bersama. Bahkan terhadap makhluk hidup lain dan lingkungan alam kehidupan, saling bergantung dan sama-sama membutuhkan keterkaitan untuk memenuhi hasrat dan kekurangan masing-masing.

Kita manusia, lahir dalam kesendirian, lalu menjalani hidup kemudian nyatanya ada dengan orang lain, karena kita memang butuh atau dibutuhkan orang lain. Kebutuhan, beban, dan tanggungjawab dalam hidup dan selama menjalai kehidupan, yang mengharuskan kita tidak selalu mampu menghadapi dan menyelesaikannya sendiri, selain dengan bantuan orang lain atau sesuatu selain kita. 

Kesempurnaan kehidupan dengan hanya menjalani kesendirian hidup dengan kemampuan sendiri, adalah kemustahilan yang pasti dan melawan kodrat kehidupan makhluk hidup umumnya dan keberadaan manusia khususnya, walaupun manusia sesungguhnya telah sempurna sejak dilahirkan dan berada pada tempat dan situasi bagaimanapun. Sempurna dengan adanya akal, tetapi bila tidak mampu secara bijak menggunakannya untuk berpikir sempurna pula, hanya akan menghadirkan keburukan bagi diri sendiri, berdampak kepada orang lain, serta berbahaya bagi lingkungan kehidupan yang lebih luas.

Akal bagi manusia adalah anugerah kekayaan tidak ternilai yang membedakan dengan makhluk hidup seperti hewan. Hewan hanya memiliki naluri, ketika lebih bijak hidupnya, maka manusia harusnya lebih setingkat di bawahnya.



Depok, 10 Pebruari 2017

Muhammad Thaha Patttiha

KEBHINNEKAAN ; KEBERAGAMAN TANPA MEMBEDAKAN

Oleh ; M. Thaha Pattiiha
KEBHINNEKAAN ; KEBERAGAMAN TANPA MEMBEDAKAN

                       Beda adalah bahwa sesuatu itu tidak sama, antara satu dengan yang lain. Menjadi beda, karena dibandingkan atau disetarakan, hasilnya adalah tidak sama. Kosakata beda, berkembang menurut pemakaiannya, menjadi berbeda, perbedaan, membedakan, atau dibedakan. Dasar pemahamannya sesuatu yang beda karena dada dasarnya tidak sama. Ketidaksamaan dimaksud yang menghasilkan perbedaan, sehingga dapat membedakan sesuatu diantaranya.Sesuatu terlihat atau dikatakan beda atau berbeda, berlaku dalam kehidupan untuk berbagai hal dan tentu bisa saja adalah sesuatu yang wajar, sebaliknya bisa saja menjadi masalah atau dipermasalahkan karena sebab adanya perbedaan atau beda itu.

Berbeda-beda dalam konteks ke-Indonesia-an adalah keragaman dalam berbagai hal, terutama multi kulturalisme. Beda atau sama, perbedaan atau persamaan sudah lebih dahulu tercipta dan nyatanya ada, selalu akan ada, hadir dan tersedia, akan selalu ditemui, dan dihadapi. Apapun itu, bukan sesuatu yang mustahil untuk harus tidak mungkin dihindari, atau pun harus dianggap musuh dengan ditiadakan. Adanya beda, sehingga kita dapat membanding, memilah diantara sesuatu, apapun itu, tidak satu tetapi lebih, antara yang satu dengan yang lain.

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara realitas sosial yang memiliki kapasitas perbedaan yang rawan perpecahan oleh multi potensi dan ragam latar belakang masing-masing, baik suku-bangsa, budaya, agama, dan kewilayahan. Sebaliknya, ada kesamaan-kesamaan sehingga dapat disatukan dalam sebuah negara merdeka bernama Indonesia. Kesamaan visi dan tujuan yang mendasari keinginan untuk bersatu, bersama dalam kesatuan sebuah bangsa untuk membangun kepentingan masyarakat dalam kesatuan secara nasional suatu negara.

Bhinneka artinya berbeda-beda, merupakan penggalan kata dari kalimat Bhineka Tunggal Ika, pesan yang tertulis di pita pada kaki burung garuda – Garuda Pancasila, sebagai lambang negara Republik Indonesia yang diciptakan oleh Profesor Muhammad Yamin dan disahkan dengan dicantumkan dalam konstitusi negara yaitu Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 36A. Kalimat pesan tersebut berbahasa Sansekerta, yang berarti; berbeda-beda, tetapi satu”. Makna tersirat dari ke-bhineka-an, adalah pengakuan yang telah disadari sejak awal, akan kenyataan pada begitu banyak perbedaan atau keberagaman. Saat wilayah kepulauan terbesar yang terletak di antara dua benua dan dua samudera hendak dipersatukan menjadi sebuah negara. Tujuannya agar negara bernama Indonesia yang dimerdekakan pada tanggal 17 Agustus 1945, dapat bertahan selamanya hingga kapanpun dalam satu kesatuan negara secara tunggal ika.

Indonesia adalah negara multi-etnis, multi-dimensi kebangsaan, sudah tentu beragam pula kepentingan dan keinginan, semua memiliki hasrat dan kepentingan yang mengarah kepada kebutuhan dan kepentingan untuk memperoleh kehidupan layak yaitu kesejahteraan. Tuntutan yang wajar dari manfaat kehidupan berbangsa dan bernegara satu. Keinginan mendapatkan perlakuan dan kesempatan yang wajar dan semestinya, menjadi tuntutan setiap warga negara, sebaliknya merupakan pertaruhan kekuasaan negara agar menghadirkannya, tanpa perbedaan perlakuan antara satu orang atau sekelompok orang warga negara dibanding warga negara yang lain. Segala sesuatunya terukur harus secara adil, terpikir secara bijak, dan benar-benar pada kenyataannya mementingkan kepentingan dan keinginan semua warga negara.

Tidaklah mudah mempersatukan perbedaan latar masyarakat sebuah negara untuk menjadikannya sebuah bangsa yang utuh, karena membutuhkan sesuatu yang pantas dapat dijadikan alasan sebagai ikatan dan dayarekat. Kemungkinan bersatu atau kemudian terpecah-belah, merupakan bayang-bayang yang menghendaki adanya kepastian penciptaan kebijakan yang menjadi harapan bersama.

Keberagaman itu nyata, perbedaan adalah ukuran untuk menilai yang diyakini dan dianut masing-masing orang, siapa pun. Bermasalah ketika karena perbedaan pilihan, lalu menapsir paksa keberadaan pilihan yang lain kemudian menyalahkan, bahkan karena kebencian yang menyertainya lalu bersikap memusuhi.

Manusia adalah makhluk yang tercipta dengan dilengkapi akal selain rasa, sehingga indera makhluk hidup lain yang hanya dilengkapi rasa, yang paling unggul dalam memposisikan sesuatu itu beda, tetapi mampu mengatasinya dengan menemukan sesuatu yang dapat menjadi sama. Sebagai manusia pun, sebagaimana juga dengan makhluk hidup yang lain,  saling beda atau berbeda pada berbagai hal karena latar belakang kepentingan dan alasan dalam kehidupan. Keseharian hidup biasa saja berteman, berhubungan, berinteraksi dengan siapa pun. Ragam latar yang bermacam-macam, adalah suatu keniscayaan dalam kehidupan.

Saya atau orang lain, siapapun, ketika memilih sesuatu, memilih hal apa pun dan itu berbeda dalam pilihan, tidak berarti manafikkan pilihan orang lain yang memang berbeda. Memilih adalah cara memastikan untuk terjadinya perbedaan. Membedah perbedaan haruslah memahami sisi baik dari keinginan untuk tidak harus sama atau seragam, tetapi memperkaya kekuatan bila mampu disatupadukan.

Saya sendiri, terlahir sebagai Orang Maluku, dari nenek-moyang penduduk kepulauan Maluku yang bersuku-bangsa Alifuru, telah berada dalam negara kesatuan Republik Indonesia - NKRI. Mengikuti proses awal asal-usul, diikuti juga dengan predikat keyakinan keagamaan sebagai seorang Muslim, berdasarkan kelahiran, yang tidak dalam kuasa bisa memilih saat dilahirkan. Hal yang menjadikan adanya perbedaan mungkin tida bisa memilih. Kecuali setelah itu, saya memiliki peluang pilihan secara pribadi, yaitu memilih domisili, memilih teman hidup, memilih haluan politik, memilih warna dan model pakaian, memilih untuk tidak memilih yang harus dipilih dari ketiadaan pilihan lain, bebas memilih adalah menjadi hak azasi pilihan yang mesti harus diakui orang lain, siapapun.

NKRI adalah sebuah negara besar diantara negara-negara di dunia, besar dalam berbagai hal, termasuk besar oleh potensi kepentingan dari dalam negeri, maupun luar negeri. Situasi negara akan makin tidak terkendali melebarnya cela perpecahan bila perbedaan-perbedaan pandang dan kepentingan diantara sesama warga negara baik perorangan atau kelompok, dan juga antara warga negara perorangan atau kelompok dengan negara(penguasa), masih terus dibiarkan dan diproduksi secara sadar dan sengaja. Silahkan saling menilai pilihan-pilihan dimaksud, tetapi tidak dipaksakan untuk diakui, diikuti dan atau memaksa diterima oleh siapapun, apalagi hingga harus saling menghakimi, dan atau hingga menghina pilihan orang lain yang nyata memang adanya memilih berbeda.

Adanya perbedaan yang kemudian menimbulkan masalah, karena dianggap sendiri yang paling baik atau paling benar pilihannya, sedangkan yang lain pilihannya salah. Belum lagi bila “kebenaran sepihak” hanya menjadi keyakinan orang per orang atau sekelompok orang, yang dibuat dengan citra di permukaan atau awal seakan itulah yang sesungguhnya kebenaran sesungguhnya. Tidak seperti itu, sebab sangat berbahaya menimbulkan sengketa dan berujung pada perpecahan hingga permusuhan.

Perbedaan dalam kehidupan kebangsaan tidak boleh disengketakan, tetapi didamaikan dengan penghormatan secara sadar dan tulus, tidak basabasih, bukan sekadar lips service.  Memusuhi perbedaan, sama saja dengan menabur benih perpecahan dengan sengaja dalam keniscayaan peri kehidupan berbangsa dan bernegara yang tidak selalu seragam dan setuju berpadu pada satu kepentingan. Butuh keseimbangan berpikir, bertindak dan berbuat, sehingga terdapat keadilan dalam beragam permasalahan dan perlakuan.

Bijak menyikapi perbedaan, menghormati apapun pilihan orang lain dengan tidak saling menjastifikasi kepada yang lain melalui tindakan ketidak-adilan yang dapat berakibat menciderai, maupun menyakiti oleh adanya kenyataan ketidak-samaan antara sesama. Pola hubungan dibangun secara setara dan saling menghormati, tidak ada perbedaan yang disengaja, tidak ada hegemoni satu pihak atas pihak yang lain dan tidak terkesan bertindak invasional secara sosial, ekonomi, budaya, dan kewilayahan.
   
Menjaga kebersamaan adalah saling menghormati harmoni ragam perbedaan tanpa memaksa dan berebut menguasai kebenaran secara sepihak. Butuh keluwesan untuk mengakui, menerima, dan memberikan keleluasaan untuk hal apapun, kepada siapapun, oleh kenyataan kebinekaan Indonesia. Dengan begitu, kesetiaan pada kesatuan kebangsaan dalam negara berbendera sang saka merah-putih, akan dengan tulus dihormati, dibela, dan tetap terjaga karena Indonesia memang negara yang patut dicintai segenap jiwa-raga.

Depok, 12  Pebruari 2017

NASIONALISME ; Antara Hak dan Kewajiban

Oleh: M.Thaha Pattiiha

Nasionalisme adalah jiwa kebangsaan dalam kehidupan bernegara, yang pada hakekatnya menyatakan tentang kesatuan rasa, pikir, tindak, dan manfaat, baik secara pribadi maupun bersama-sama dalam sikap dan tindakan untuk mencintai dan membela negara.
NASIONALISME ; Antara Hak dan Kewajiban
Save Indonesia

Untuk itulah sebuah negara terbentuk karena dibutuhkan secara bersama-sama guna menyelenggarakan kepentingan dan tujuan, yang tidak dapat dilakukan secara perseorangan atau hanya oleh sekelompok kecil orang.

Membahas nasionalisme warga negara, yang perlu dipertanyakan lebih dahulu adalah seperti apa hak-hak warga negara diselenggarakan yang merupakan kewajiban dari negara. Sehingga kita dapat menterjemahkan kisruh kehidupan berbangsa negara Indonesia di saat ini, dengan munculnya sikap saling menyalahkan antar pihak, menuduh dan saling menakar kapasitas, berupaya dengan berbagai cara menguasai kebenaran, makin masif terjadi diantar sesama anak bangsa, baik perseorangan maupun kelompok. Saling berhadap-hadapan, atau dengan negara(penguasa pemerintahan). Kondisi ini makin sering muncul dan ramai diperbincangkan dan dipertengkarkan dengan saling menyalahkan. Warna perbedaan antara siapa berbuat apa untuk negara, demikian juga mempertanyakan negara sudah berbuat apa untuk warga negaranya. 

Narasi kebangsaan secara nasional ramai diperebutkan, melalui orasi, diskusi, opini media masa, ceramah ilmiah dan agama, bahkan hingga khotbah shalat jum’at. Kesatuan ruang nilai kebangsaan menjadi terkotak-kotak karena diperebutkan dengan membangun secara sengaja maupun terbentuk tanpa disadari. Nasionalisme berbangsa seperti berada dalam situasi tersekat, memisahkan ruang dan membagi para pihak menurut kebenaran masing-masing pendapat dan pandangan masing-masing pihak.

Nasionalisme merupakan sifat umum kebersamaan suatu bangsa yang ditunjukkan warga negara dalam bersikap terhadap negaranya, ditunjukkan dengan perilaku selalu lebih mengutamakan kepentingan negara sendiri daripada negara lain.

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), merupakan negara multi etnis dan kultur, beragam ras, ratusan suku-bangsa, bahasa lokal dan adat-istiadat, berbagai agama dan kepercayaan. Terpisah-pisah pada ribuan pulau oleh lautan, rentang kendali wilayah yang luas, demikian juga masih mengalami ketidakseimbangan karena belum sepenuhnya memperoleh kesejahteraan dalam pembangunan, keadilan perlakuan dan kesamaan hak masih terkesan diskriminatif, apakah itu oleh rezim penguasa negara maupun antara sesama anak bangsa.


Baca juga


Tujuan Bernegara

Sebuah negara terbentuk oleh adanya warga negara atau penduduk dan wilayah teritorial serta ikatan rasa kebersamaan untuk menjadi satu. Bersatu dalam kesatuan karena memiliki kesamaan keinginan dan kepentingan. Bersepakat bekerjasama memenuhi keinginan, meraih cita-cita, dan untuk mencapai tujuan, yaitu memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan kehidupan yang diinginkan yaitu kesejahteraan. Sebagaimana umumnya semua negara di zaman modern saat ini, dengan bentuk dan sistem kekuasaan negara seperti apapun, maksud dan tujuan bernegara yang diharapkan adalah untuk mencapai kesejahteraan bersama. Bahwa, adanya negara karena diperlukan untuk menyatukan orang atau penduduk dalam suatu wilayah secara berdaulat dengan tujuan mensejahterakan rakyat – penduduk negaranya.

Setiap negara memiliki pemerintahan yang dipercayakan oleh rakyat guna menyelenggarakan kekuasaan dan melaksanakan administrasi negara serta kebijakan untuk kepentingan rakyat. Negara belum bisa mendahului bertanya, apa yang negara telah berikan kepada rakyat, sebelum rakyat mendapat apa yang negara telah lakukan kepada rakyat. Rakyat tanpa diminta, apalagi dengan cara paksa - karena tidak perlu demikian, bila negara sudah lebih dahulu melaksanakan kewajiban memenuhi kepentingan rakyat. Bagi warga negara atau rakyat ketika negara telah menghadirkan kelayakan kehidupan dalam makna kegunaan bernegara, maka negara mudah melahirkan dan memperoleh balas berupa kewajiban dari rakyat melaksanakan tanggungjawab membela kepentingan negara.

Rasa cinta dalam praktek bernegara, terselenggara ketika ada keseimbangan hak dan kewajiban diantara masing-masing pihak, pemerintah(pelaksana kekuasaan) dan rakyat (pemilik kekuasaan). Pemenuhan kedua hal dimaksud melahirkan kesadaran untuk tanpa dipaksa pun, akan hadir sebagai penghargaan melalui sikap tulus membela dan berperan serta secara aktif menunjukan cinta kepada negara. Rakyat akan merasa suka dan simpatik melakukan kewajibannya, karena telah merasa merdeka  dalam bernegara.  

Jiwa dan sikap kebersamaan sebagai warga negara secara utuh sangat dituntut terhadap kesatuan ikatan secara kenegaraan dalam suatu negara bangsa. Ikatan kebangsaan suatu komunitas negara yang berdaulat, mampu memenuhi kepentingan mencapai tujuan bersama warga negara secara layak dan pantas. Dengan begitu akan melahirkan sikap dan rasa nasionalisme karena berada dalam sebuah negara dengan prasyarat, perangkat, kebijakan, serta tujuan sebagai sebuah negara bangsa.

Nasionalisme adalah Keadilan Rasa

Kemajuan teknologi khususnya transportasi, komunikasi dan informasi, telah memperpendek jarak, mempercepat jarak tempuh, dan mempermudah akses antar orang dan tempat atau tujuan. Mengikuti perubahan ini, memungkinkan kemudahan dalam berbagai hal dan kepentingan, termasuk bertambahnya pengetahuan tentang tata kelola yang baik sebuah pemerintahan(kekuasaan) dalam menjalankan kewajiban negara, dan rakyat makin paham yang seharusnya hak yang secara azasi. Teritorial dan otoritas suatu negara saat ini, tidak lagi berdiri sendiri, sebagai bagian dari telah terjadi perubahan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Makin mudah saling berhubungan, bersentuhan, berkaitan, mengetahui, dan saling membutuhkan, antara rakyat maupun pemerintahan suatu negara dengan negara yang lain. Setiap negara juga dituntut membuka diri untuk saling bertukar dan menerima kehadiran negara lain dengan beragam kepentingan karena saling membutuhkan. Rakyat mudah membandingkan “untung-rugi” manfaat dalam bernegara, antara negaranya sendiri dengan negara yang lain.

Mempertanyakan nasionalisme seseorang atau sekelompok orang dalam sebuah negara, tidak serta-merta di-label-kan kepada pihak manapun,  sebelum kewajiban oleh negara dilaksanakan terhadap hak dan kepentingan warga negara. Sebab sesungguhnya yang dimaksudkan dalam menjalankan kehidupan bernegara adalah ketika keseimbangan pada hak dan kewajiban telah dipenuhi dan terselenggara secara merata dan berkeadilan.

Tidak bisa secara paksa dibangun rasa nasionalisme dalam ketidak adilan dan ketidak bersamaan, tidak karena kepentingan kekuasaan. Memaksa seseorang untuk menjiwai dan mencintai sesuatu hal dalam dirinya secara sadar, mesti memenuhi keinginan dalam pikiran dan kenyataan menjalani keseharian maupun masa depan kehidupannya. Sehingga sungguh-sungguh melahirkan rasa dan sikap mencintai yang tulus, tanpa pamrih, berinisiatif bersikap membela dan mengibarkan semangat kebersamaan untuk mengutamakan dan membela kepentingan negara.

Membenturkan keinginan dan pikiran nasionalisme sebatas pandangan kepentingan politik sepihak dan sempit dengan tidak memenuhi hak dan kewajiban, sesungguhnya oleh negara menurut pandangan kepentingan keutuhan secara rasional, yang sama-sama dapat dipahami dan dimaknai. Hanya akan melahirkan benturan kepentingaan, karena akan saling berhadap-hadapan antara pihak yang mendukung dan menolak. Apalagi dengan kecenderungan sepihak utamanya dari penguasa negara(pemerintah) yang selalu menguasai kebenaran, sementara warga negara seperti dipaksa tanpa pilihan harus mencintai negara bangsanya. Berucap dengan bahasa multitafsir dan sinisme atas nama negara, tetapi mengabaikan kewajiban mendudukan pokok masalah kepentingan mayoritas rakyat secara jujur. Menampik ketulusan oleh bungkus kepentingan kekuasaan, maka jadilah hanya menebarkan kebohongan kepada rakyat, tentu hanya akan menimbulkan kekecewaan dan antipati, selain kecurigaan pada level pupusnya harapan pada hak, sehingga berakibat abainya kepedulian rakyat memenuhi kewajibannya kepada negara.

Baca juga Kebhinnekaan

Manfaat Bernegara

Tanggungjawab pemegang kekuasaan negara adalah untuk mensejahterakan rakyat dan memakmurkan kehidupan dalam bernegara, sehingga tidak dibutuhkan usaha ekstra yang tidak perlu, apalagi melalui cara pemaksaan dan pencitraan semu dan miskin bobot kejujuran dari pemangku kekuasaan. Yakin bahwa nasionalisme warga negara, adalah bentuk sikap berterima kasih dan penghargaan warga negara kepada negaranya atas kepentingannya yang terselenggara dan terpenuhi dengan semestinya oleh kekuasaan negara.

Negara harus menghadirkan suasana kebersamaan dalam strata dan ketersediaan kesempatan apapun secara adil dan merata. Dengan begitu akan melahirkan kecintaan secara sadar dan tulus terhadap keberadaan negara, tidak pula menghadirkan nasionalisme kebangsaan tanpa lebih dahulu digugah, apalagi dipaksakan dengan sengaja dan dicitrakan melalui pesan “iklan” yang sifatnya menggurui. 

Rasa nasionalisme warga negara tidak tulus bila dipaksakan dengan tekanan atau pemaksaan melalui sistem kekuasaan, malah akan memunculkan kebencian terhadap pemegang atau pelaksana kekuasaan negara.

Saya tidak sedang berteori tentang bernegara dan kebangsaan untuk memahami apa itu nasionalisme, baik hakekat atau arti bernegara, tetapi menyampaikan harapan akan fungsi dari negara dalam menjalankan kewajibannya terhadap  rakyat penduduk negara dimaksud. Tentu sudah banyak oleh para ahli yang membahas tentang teori-teori yang berhubungan dengan keberadaan bentuk negara dan sistem pemerintahan atau kekuasaannya. Semua teori mengarah kepada penemuan makna yang cocok dan diperuntukkan bagi kebaikan kehidupan dalam bernegara. Dengan begitu, rasa dan jiwa nasionalisme kebangsaan kepada negara akan secara sadar lahir dan hidup sebagai suatu dampak positif kebaikan bernegara. Artinya, bahwa   nasionalisme tidak hadir tanpa pemenuhan secara adil dan merata oleh negara terhadap hak–hak setiap warga negara.

Keutuhan kehidupan kebangsaan secara nasional harus diselamatkan dari perpecahan sebagai suatu bangsa. Seluruh warga negara, komponen bangsa dan institusi negara, perlu saling mengingatkan, menuntun dan membangun kebersamaan, mempererat kesetiakawanan sosial sesama anak bangsa, mendapatkan persamaan hak dan kesempatan, tidak terdapat perlakuan tanpa membeda-bedakan. Tidak boleh ada sebagian warga negara yang merasa termarjinalkan hak-haknya secara sengaja, atau merasa negara tidak hadir.

Manfaat bernegara adalah ketika nilai kesetaraan pada hak dirasakan adil telah dipenuhi negara. Dengan demikian setiap warga negara dengan sadar dan alami berperan menunjukan kewajibannya mencintai dan membela negara, yang berarti moral nasionalisme – kebangsaan, Indonesia sudah terbangunkan, yang akan tetap terjaga, terpelihara, dan lestari.
 Depok,  05 Pebruari 2017