Alifuru Supamaraina: February 2016

Monday, February 15, 2016

Pariwisata dan Mahalnya Biaya Transportasi di Maluku

Oleh ; M. Thaha Pattiiha)*
Pariwisata dan Mahalnya Biaya Transportasi di Maluku
Kota Ambon (Photo by #embun01 08/11/05)

           Mendengarkan cerita dari seorang teman pendaki gunung  di Jakarta, tentang betapa mahalnya ongkos untuk dapat mendaki ke puncak Gunung Binaiya di Pulau Seram, sebagai salah satu gunung yang masuk nominasi daftar gunung yang menarik bagi pendaki gunung di Indonesia karena keindahan dan tantangannya. Ada kewajiban “aneh” biaya yang mengada-ada dan sangat berlebihan diberlakukan kepada para pendaki oleh warga kampung yang berdiam di jalur pendakian utara kaki gunung Binaiya. Mau hendak ke pantai Ora di pulau Seram bagian utara, harus elus dompet,  kalau terasa tebal bolehlah ke sana( news.liputan6.com ). Bermaksud  ke Banda Neira ? Sayangnya bakal membuang banyak biaya dan waktu. Jangan tanya berapa dan bagaimana anda bisa sampai ke bagian tenggara kepulauan Maluku, padahal Maluku bukan hanya kota Ambon.

Biaya transportasi dan jarak jangkau dari Bandar udara Pattimura atau Pelabuhan laut Ambon sebagai sentral akses pintu masuk dan transit satu-satunya di Maluku untuk menuju objek-objek wisata di seluruh kepulauan Maluku, begitu dianggap sangat mahal, butuh waktu yang banyak, belum lagi kesulitan mendapatkan sarana transportasi. Untuk ke dan dari Ambon saja, ongkos penerbangan dan pilihan maskapai penerbangan terasa masih mahal dan seperti dibatasi perluasan perusahaan penerbangannya. Seperti dipaksa untuk tidak dapat memilih dan menawar. Belum lagi nanti dari kota Ambon ke abjek wisata dan sebaliknya, via udara ? Masih langka dan boleh jadi juga mahal, transportasi darat atau laut ? Pandai-pandailah menawar.

Bagaimana bisa potensi kekayaan alam sebagai objek wisata guna menikmati keindahan dan juga untuk kebutuhan lainnya dapat didatangi, bilamana tidak ada kemudahan-kemudahan termasuk biaya yang mudah terjangkau. Jangankan buat orang dari luar daerah, buat orang Maluku sendiri masih terasa begitu mahal dan sulit. Sejauh pengamatan, biaya transportasi kendaraan darat dan antar pulau masih bertarif “bebas”, semau empunya kendaraan, tidak ada terlihat tarif resmi dan kontrol aktif pihak aparat berwenang dari pemerintahan daerah di Maluku. 
Pariwisata dan Mahalnya Biaya Transportasi di Maluku
Pantai Ora, salah satu objek wisata di pulau Seram bagian utara, Maluku (Foto Istimewa)

Potensi wisata alam pantai, laut,  karang dan biota laut, burung-burung indah dan hewan liar lainnya, gua, air terjun, lembah dan gunung, danau dan telaga, hutan mangrove, hutan alami dan masih perawan, benteng-benteng peninggalan zaman kolonial, obyek wisata alam, sejarah, budaya – adat,  dan ilmu pengetahuan, menyebar se anteru bumi kepulauan Maluku. Sangat eksotis. Hanya menjadi bayang-bayang dan impian banyak orang, karena minimnya fasilitas, sarana, plus kemudahan-kemudahan.

Setiap tahun ada kegiatan Ambon-Darwin Yacht Race, saking rutinnya menjadi tidak lagi menarik bagi publik, bahkan untuk masyarakat kota Ambon sendiri pun mungkin tidak bosan tetapi seperti acuh tak acuh dengan kegiatan dimaksud. Paling merasa beda karena ada “bule” lalu-lalang di kotanya. Pemerintah Kota Ambon seperti kehilangan kreatifitas dan inovasi mengelolah even tersebut, dengan tidak adanya hal baru yang dapat di”jual” kepada khalayak. Pembiayaan oleh APBD, terasa memang memberatkan. Hanya saja bila disitu ganjalannya, pembiayaan bisa dengan mengajak pihak swasta sebagai sponsor, dengan inovasi dan kreatifitas sebagai daya tarik  agar ada nilai plus untuk kemeriahannya. Misalnya menambahkan lomba Manggurebe Arumbai dengan Arumbai yang representatif dan indah hiasannya, dimana pesertanya adalah perwakilan resmi dari negeri-negeri atau kota-kabupaten di Maluku.  bahkan dilaksanakan dengan kemasan penyelenggaraan secara professional, berhadiah menarik sebagai event tahunan yang rutin, maka peserta dari luar Maluku pun akan ikut.

Teluk Ambon, memiliki pesona dan lokasi sangat baik untuk dikembangkan olah raga laut, seperti dayung, salah satunya Manggurebe Arumbai, juga renang dan selam.  Triatlon Teluk Ambon ; lomba renang-lari-bersepeda, sangat mungkin diadakan serta kegiatan menarik lainnya, apalagi karena disatukan dalam rangka perayaan rutin Hari Ulang Tahun Kota Ambon. Bila kemasannya bagus, menarik, professional, rutin dan ramai oleh peserta, penonton atau pengunjung, akan sangat menarik bagi pihak swasta untuk berpartisipasi sebagai sponsor karena menarik sebagai media promosi produknya. Kendala pembiayaan dapat tertanggulangi oleh sponsor, dan menambah agenda wisata para wisatawan.

Dalam beberapa kesempatan penyelenggaraan acara  khususnya di kota Ambon yang bahkan bersifat nasional, sering terkesan ada ruang yang tak terisi penuh sebagai bagian dari maksud akan adanya dampak secara positif dalam multi manfaat dari penyelenggaraan suatu acara atau kegiatan besar.

Pernah ada penyelenggaraan MTQ Tingkat Nasional, Pesparawi Tingkat Nasional dan sebelumnya dulu ada hajatan Sail Banda. Sail Banda saat itu pun terasa aneh dan sepi, acara memakai nama Banda tetapi kota Ambon menjadi pusat kegiatan, sayangnya faktor cuaca saat itu ikut serta pula meramaikannya dengan mendung dan gerimis, sehingga masyarakat pun tidak antusias dan tidak terlihat keramaian berarti di kota Ambon. Sama dengan dua hajatan tingkat nasional bidang keagamaan dimaksud, dalam prestasi penyediaan sarana dan prasarana, pelayanan serta penyelenggaraan seremonial maupun jadwal rutin kegiatannya, boleh dibilang sudah baik dan berkesan bagi pesertanya. Bagi masyarakat setempat, kemeriahan hanya ada pada lokasi penyelenggaraan tetapi berharap banyak mendapatkan manfaat secara ekonomi, sosial dan politik, serta publisitas bagi daerah masih begitu belum berarti apa-apa. Selesai acara, pupus pula ingatan tentang Ambon, Maluku dan orang-orangnya. Perekonomian masyarakat biasa-biasa saja, mereka yang kembali datang mengunjungi Maluku kemudian hari sepi-sepi saja. Hal seperti ini tidak sulit memantau dan mengetahui kondisi yang terbentuk dari setiap suatu aktifitas, pintu gerbang Maluku hanya ada Bandara Pattimura dan pelabuhan laut Jos Sudarso Ambon. Demikian bisa melalui jalur media modern komunikasi sosial dunia maya atau internet, sangat mudah memantau perkembangannya.
Pariwisata dan Mahalnya Biaya Transportasi di Maluku
Pelabuhan Jos Sudarso Ambon (Photo by #embun01 09/11/05)

Masalah terasa rumit mungkin karena hanya kota Ambon yang selalu sering menjadi pusat akifitas untuk Maluku, sehingga wilayah lain menjadi seperti terabaikan dalam banyak hal. Infrastruktur,  sarana dan prasarana yang terbangun hanya masih berpusat seputar kota Ambon. Akses pintu masuk dan keluar Maluku hanya bisa melalui kota Ambon yang hanya sebuah pulau kecil dan terpisah dari wilayah lain yang lebih luas di daerah provinsi Maluku. Setelah di kota Ambon, ketika harus kemana lagi di Maluku, maka masalah transportasi dan jarak jangkau menjadi persoalan rumit karena butuh banyak hal lebih untuk itu. Ketersediaan transportasi yang mudah, cepat, ramah dengan biaya serta waktu untuk jarak tempuh, merupakan kendala menebar langkah lebih jauh menapaki guna menikmati kekayaan alam dan keindahan Maluku. Maluku bukan hanya kota dan teluk Ambon, tidak hanya tarian cakalele dan tari lenso, lebih dari itu masih tersedia kekayaan budaya, sejarah dan bermacam potensi wisata yang pantas diandalkan dan di-jual.

Rentang jangkauan wilayah Maluku yang berbasis pulau-pulau, sudah waktunya bandar udara bertaraf internasional tidak hanya Pattimura di Ambon, sudah waktunya dikembangkan lagi bandar udara lokal setidaknya satu di wilayah bagian tenggara Maluku serta satu lagi di pulau Seram. Maskapai penerbangan akan menyesuaikan dan mengikuti kemana jalur terbangnya, pada tujuan ada tidaknya kesesuaian fasilitas bandar udara dengan dengan armadanya hingga dengan kapasitas sarana pesawat yang lebih besar. Apalagi ada geliat konsentrasi pembangunan dan pengembangan ekonomi serta  pariwisata yang menarik dan menawan oleh pemerintah provinsi maupun pemerintah daerah setempat.

Keleluasaan bagi beragam usaha perusahaan penerbangan menerbangi jalur udara menuju dan dari Maluku pun disematkan suasana bahwa tidak ada semacam “kartel” yang menghambat, agar ada pilihan jenis alat transportasi udara dan kemudahan karena kebaikan lainnya.
Pariwisata dan Mahalnya Biaya Transportasi di Maluku
Bandar Udara Internasional Pattimura, Ambon (Photo by #embun01 22/11/05)

Penghubung antar pulau melalui laut, jadi pilihan lain yang harus diperbaiki segala sesuatunya dan dimaksimalkan kemudahannya, agar laut menjadi “hanya” jembatan antara yang tidak menjauhkan karena harus menempuh jarak melewati lautan.

Menjawab dan menjelaskan alur perjalanan wisata di bumi Maluku kepada wisatawan dari luar daerah, kadang harus me-manis-kan wajah dan menapis kata-kata indah, sambil menahan rasa dongkol dan  ketakutan akan mengecewakan peminat yang hendak ke Maluku. Belum lagi masalah issu keamanan dan kenyamanan yang mesti ditambahkan dalam penjelasan kepada wisatawan dan juga peminat usaha, Maluku sudah aman atau bagaimana, pertanyaan yang membuat kita terlanjur membuang waktu dan peluang.

Sebagus apapun keindahan dan daya tarik suatu objek wisata, bila cara pengelolaannya tidak beraturan dan asal urus, jangan berharap dapat menghadirkan keramaian wisatawan dalam berkunjung. Olah secara profesional dan rasional, itu kuncinya, sehingga sektor pariwisata Maluku dapat lebih menarik, berkembang dan maju, bersaing dengan daerah lain yang mampu menghadirkan wisatawan lokal daerah Maluku, dalam negeri Indonesia dan manca negara sebanyak mungkin ke objek-objek wisata di Maluku.

Kemajuan pariwisata berbanding lurus dengan geliat manfaat ekonomi masyarakat dan pemerintah daerah, namun demikian kontrol sosial terhadap dampak tidak diinginkan dari dunia pariwisata terkemas melekat dalam gerak maju membangun pariwisata, agar keinginan baik membuka diri tidak berujung kecewa oleh akibat buruknya.

Depok 16 Februari 2016
----------------------------------
)* Orang Maluku, domisili di Kota Depok.

Saturday, February 6, 2016

QUO VADIS SERAM SELATAN

Oleh ; M. Thaha Pattiiha          
Musyawarah Besar (Mubes) Masyarakat Tehoru-Telutih yang diselenggarakan di Yama Sapoe Lalin - Negeri Wolu, tanggal 27 Oktober 2015
         Musyawarah Besar (Mubes) Masyarakat Tehoru-Telutih yang diselenggarakan 
di Yama Sapoe Lalin - Negeri Wolu, tanggal 27 Oktober 2015
          
         Dalam teori, idealnya pemekaran wilayah bertujuan untuk peningkatan dan percepatan terhadap ; pelayanan masyarakat, keamanan dan ketertiban, kehidupan demokrasi, pengelolaan potensi daerah, dan pembangunan ekonomi daerah. Sehingga mempercepat terjadi perubahan dan kemajuan yang lebih baik pada kondisi kehidupan masyarakat dan wilayahnya. Bila pemekaran wilayah bertujuan seideal di atas, maka tidak patut dipertanyakan dan diragukan, apalagi timbul kecurigaan atas adanya usaha pemekaran suatu wilayah.
    
Menyaksikan maraknya upaya dan usaha politik para pihak yang bersemangat melakukan gerakan pemisahan wilayah untuk membentuk Daerah Otonomi Baru (DOB) saat-saat ini, terkadang tertangkap kesan dimana ada kecenderungan begitu memaksakan kehendaknya, sehingga  hal-hal prinsip terhadap tatanan sejarah dan kecerdasan dalam pertimbangan serta kelemahan membaca dampak tindakannya di masa depan, kadang disepelekan atau mungkin tidak dipahami. Menimbulkan pemikiran seperti sesuatu yang terkesan emosional, tergesa-gesa, melakukan  pembenaran terhadap kepentingan sepihak dan hingga menempuh cara instan guna memenuhi syahwat menggapai kekuasaan.

Kecewa, ketidak-puasan, iri dan marah, hal-hal sifat manusia yang relatif ukuran kadar dan kepentingan serta maksudnya ketika telah dikemas rapi dalam bahasa politik. Mewakili diri sendiri, kelompok atau orang banyak, sulit mengetahui ukuran prosentasenya atau memastikan mana yang konkrit sebagai alasan. Spesifiknya hanya oleh pihak yang bersangkutan yang paling tau dan paham, tetapi yang nampak dipermukaan adalah adigum slogan multi makna yaitu “demi kepentingan orang banyak”,  sebagai resep politik jastifikasi melakukan suatu gerakan atau tindakan atas-nama.

Terutama bagi sebagian mereka yang lapar dan haus pada kekuasaan, merupakan peluang menggiurkan dan menjanjikan. Persyaratan berdasarkan peraturan perundang-undangan pun boleh jadi “nekad” ditabrak atau direkayasa. Hal-hal esensial menyangkut hak-milik,  kearifan lokal, adat dan budaya, sejarah, moralitas dan tentu rasio boleh secara sadar dikesampingkan, bahkan bila perlu hingga harus “angkat senjata” yang berarti “perang” untuk melawan dan memaksa bila ada pihak yang hendak menghalangi.

Mungkin karena pemekaran wilayah juga menjadi cara mudah meraih kekuasaan dan serta mendapatkan jabatan. Kekuasaan dalam jabatan eksekutif seperti kepala daerah, asisten, sekretaris daerah, kepala (dinas, bagian, seksi), tersedia puluhan kursi legislatif serta jabatan-jabatannya, pimpinan partai politik, dan jabatan pada lembaga dan badan  lain yang bisa diciptakan kemudian bila telah memperoleh daerah otonomi sendiri.


DOB Seram Selatan

          Mengapresiasi tetapi juga mempertanyakan terhadap rencana membentuk DOB Seram Selatan, yang sementara dalam perjalanan waktu sebelum ini telah ada inisiatif. Tentu untuk alasan ideal yang mendasari usaha untuk memenuhi maksud tersebut maka patut diapresiasi. Sebaliknya dalam konteks realitas terdapat banyak hal mendasar baik teknis maupun non teknis yang entah disadari atau tidak, merupakan batu sandungan dan hambatan serius. Karena dapat memunculkan kesulitan lain yang merugikan di masa depan bagi masyarakat dan pemerintahannya. 

Sejauh pengamatan, rencana ruang wilayah yang hendak ditetapkan seperti tidak mempertimbangkan secara sungguh-sungguh peluang  serta ketersediaan berbagai potensi kekayaan wilayah yang mestinya nanti menjadi modal dasar dan juga identitas, bisa saja merugikan atau menimbulkan potensi konflik  dalam kebutuhan implementasi program pengembangan dan pembangunan daerah nantinya.


Mubes Masyarakat Seram Selatan

          Seharusnya beta bersyukur dan berubah dari berpikir apatis menjadi optimis, ketika bisa hadir pada pelaksanaan Musyawarah Besar (Mubes) Masyarakat Tehoru-Telutih yang diselenggarakan di Yama Sapoe Lalin - Negeri Wolu, tanggal 27 Oktober 2015.

Penyelenggaraan Mubes dimaksudkan guna menyatukan persepsi dan semangat untuk segera merealisasi keinginan dan pemenuhan persyaratan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan dalam pembentukan sebuah Daerah Otonomi Baru(DOB) pada wilayah pulau Seram bagian tengah selatan, mekar dari Kabupaten induk Maluku Tengah. Demikian yang beta ketahui agak lebih terperinci melalui pidato sambutan yang disampaikan oleh Bupati Maluku Tengah Abua Tuasikal saat acara pembukaan Mubes. 

Acara Mubes dibuka pada pagi harinya, terlihat hadir salah satu Wakil Ketua DPRD Kabupaten Maluku Tengah yang menyertai Bupati, dan para staf pemerintahan kabupaten, Camat Tehoru dan Telutih,   undangan lain, serta peserta Mubes yang terdiri dari Raja Negeri-negeri, Tokoh ; Adat, Agama, Pemuda dan Perempuan, se-kecamatan Tehoru dan Telutih. Dari penyelenggara selain Ketua Panitia Mubes, juga Ketua Tim Pemekaran dan setidaknya ada 4 orang anggota lainnya.

Menurut Sarwan Mualo sebagai Ketua Panitia Mubes, terdapat hampir dua ratus orang sebagai personil Tim Pemekaran, dengan jaringan tim di berbagai kota di Indonesia. Tim Pemekaran dibentuk oleh Pengurus Besar Ikatan Keluarga Tehoru-Telutih (PB.IKATT) Pimpinan Musa Tukan,  dengan status kuasa penuh dan lepas pisah dari campur tangan pemberi mandat. Untuk pelaksanaan Mubes, oleh Tim Pemekaran membentuk lagi Panitia Pelaksana Mubes, sehingga dalam undangan Mubes Ketua Umum IKATT tidak ikut mengundang dan juga tidak hadir untuk menyampaikan pidato sambutan Mubes.  Mungkin Tim Pemekaran sudah mendapat kuasa penuh dan lepas dari PB.IKATT sebagai pemberi mandat.

Negeri Wolu adalah tanahair-tumpadarah beta, maka jauh-jauh dari Kota Depok – Tana Jawa, berkesempatan meluangkan waktu bersama mantan Sekretaris Ikatan Keluarga Wolu (IKW) Gatot Pudjiono Hanlau yang tinggal di kota Ambon untuk hadir di Negeri Wolu. Kami bukan bagian dari Tim Pemekaran, tetapi datang untuk membantu Raja dan masyarakat negeri Wolu menyiapkan berbagai hal kebutuhan konsumsi, akomodasi dan perlengkapan penyelenggaraan Mubes.

Fasilitas dan akomodasi walaupun mendadak akibat ulur waktu jadwal pelaksanaan oleh Tim Pemekaran dan Panitia Mubes, tetapi dalam waktu singkat dapat dengan baik disiapkan secara maksimal oleh tuan rumah Raja dan masyarakat Negeri Wolu.

Prosesi penyambutan tamu rombongan Bupati dan undangan lainnya semarak, serta acara pembukaan berlangsung hikmat. Selanjutnya dilaksanakan musyawarah dan berakhir pada sore harinya dengan kesepakatan pada beberapa keputusan.

Secara detail apa keputusannya tidak beta ketahui, maklum bukan peserta juga bagian formal dari tim penyelenggara, kecuali hanya berpartisipasi guna mengakomodir kebutuhan tekhnis perlengkapan dan hal-hal non formal yang dibutuhkan, hanya karena negeri Wolu dijadikan tempat pelaksanaan Mubes sehingga tentu menjadi bagian utuh dari rencana yang hendak di”perjuangkan”.

Dari luar arena(tenda terbuka) forum musyawarah, beta bisa menyaksikan dan mengikuti secara saksama proses yang sedang berlangsung. Kesan yang ditangkap, betapa tidak sederhana dan tidak mudah, oleh adanya sejumlah hambatan serius dalam merealisasikan rencana untuk memenuhi persyaratan-persyaratan dasar guna menjadikan wilayah Seram Selatan menjadi sebuah DOB.

Kekeliruan memahami sejarah wilayah, karakter sosial, serta kelemahan membaca jauh ke depan, tergambar dalam implementasi strategi dan cara yang dipraktekkan tim penyelenggara, ketika sangat berharap secara mudah masyarakat ada dalam satu komando dan keinginan, sayangnya lemah dalam implementasi hal-hal taktis sebagai strategi politik pengarahan kearah yang diinginkan. Demikian juga tidak membantu dengan pidato Ketua Tim “Konsorsium” Pemekaran Seram Selatan, yang isinya bak “jauh panggang dari api”, atau seperti  kalimat sastera-pantun “jaka sembung bawa golok, (dst) … ”.


Opsi Bagi Seram Selatan

       Memperhatikan dan mempertimbangkan dengan seksama peluang dan kendala yang dihadapi dalam rencana pembentukan DOB Seram Seram Selatan, beta menyarankan 3(tiga) opsi yang perlu dipikirkan dan didiskusikan untuk kemudian dijadikan pilihan satu di antaranya.

Melalui peta-google, bagian pulau Seram yang direncanakan akan menjadi wilayah DOB Kabupaten Seram Selatan, area opsi diilustrasikan dengan kotak berwarna dan bernomor. 
  
Opsi Bagi Seram Selatan
Opsi Bagi Seram Selatan


  -      Opsi 1 (Pertama)

      Opsi pertama – kotak merah nomor 1, adalah sebagaimana yang sementara direncanakan dan diusahakan.  Area wilayah yang sama sekali bukan dari kematangan pertimbangan berbagai aspek. Faktor geografi, potensi ekonomi wilayah, pengembangan di masa depan, dan yang sangat membahayakan identitas jatidiri masyarakat setempat karena akan menghapus benang merah sejarah kekuasaan dan kewilayahan yang berarti menghilangkan hubungan rentang terkait fakta genekologis diantara komunitas sukubangsa asli setempat yang bernama Alifuru sejak ribuan tahun sebelum ini dengan segala kekayaan sejarahnya. Termasuk didalamnya berkaitan dengan hubungan-hubungan kepemilikan ulayat menurut hak adat.

Seram Selatan yang dipetakan untuk dipisahkan menjadi wilayah otonomi tersendiri, telah mengacaukan segala yang disampaikan di atas, selain itu tidak terpikirkan bahwa dinamisnya demografi dengan masih kentalnya watak agraris di masyarakat membutuhkan kecukupan ketersediaan wilayah area lahan yang akan dibutuhkan di masa depan.

Di bagian utara terdapat Taman Nasional Manusela, yang telah meng-kavling tanpa kompromi dataran tinggi dari barat ke timur di sepanjang kaki Pegunungan Manusela, Atan nama negara, kekayaan hayati dan ilmu pengetahuan, telah melahap habis kepemilikan berdasarkan hak masyarakat adat, yang berpotensi konflik oleh adanya kebutuhan area daratan dalam pengembangan penghidupan masyarakat ke depan.

Pada wilayah perairan laut, luput dari penafsiran terhadap pengembangan wilayah-wilayah berbasis area laut. Konflik perbatasan kepemilikan area laut secara otonomi oleh kepentingan ekonomi di hari esok bukan hal sederhana yang tidak begitu saja boleh diabaikan.

Dipahami atau tidak, tergambar begitu kaku dan terikat dengan batasan menurut aturan negara bersifat administratif wilayah pada level yang memang sebelum ini tidak akan berpengaruh apa-apa. Tetapi ketika sudah menjadi wilayah administrasi pada level di atasnya, maka banyak hal yang akan membatasi dan menimbulkan masalah, karena merugikan bagi masyarakat adat. Saat ini dan yang akan datang pun pimpinan pemerintahan cenderung tidak perduli karena tidak paham atau tidak mau dipusingkan untuk memahami kultur sosial dan sejarah perjalanan kehidupan masyarakatnya.

Pada opsi pertama ini adalah pilihan paling buruk dan membahayakan masa depan masyarakat Tehoru-Telutih,  sebab tidak memiliki dasar pertimbangan matang saat ini dan di kemudian hari.  Paling tidak sudah terkendala saat ini dengan sulitnya meyakinkan negeri-negeri yang memiliki anak-dusun atau kampung petuanan, untuk segera dimekarkan menjadi desa administratif. Boleh bisa kalau mau sabar menunggu 5 hingga 10 tahun yang akan datang, agar mimpi opsi pertama bisa menjadi DOB, disertai seisi vei-saloy)* penuh persoalan-persoalan lain sebagaimana disampaikan di atas sebagai akibat keteledoran berpikir dan keterbatasan pemahaman pihak yang bermaksud memekarkan wilayah ini.


-      Opsi 2(dua)

           Ini opsi sedang tetapi rasional dan menjanjikan kebaikan, hanya saja butuh kerja keras secara taktis dalam strategi pendekatan guna melibatkan pihak terkait untuk perluasan wilayah otonomi, agar dapat meminimalisir persoalan-persoalan sebagaimana yang sedang dan akan dihadapi sebagaimana opsi pertama.

Mediator tawar dan cara mengajak dalam pendekatan guna menarik minat negeri-negeri di luar wilayah administratif kecamatan Tehoru-Telutih, tentu berdasarkan alasan keterkaitan kesatuan asal-usul, juga alasan konvensional dan rasional, kemudahan akses rentang kendali wilayah. Letak kota kabupaten pada wilayah sentral sehingga mudah terjangkau bisa saja di antara negeri Haya dan Tamilou. Plus alasan taktis dan spesifik lainnya(maaf, tidak untuk dipublikasikan-off the record). Seharusnya saat pelaksanaan Mubes, mengikut-sertakan juga negeri-negeri di luar batas administratif kecamatan Tehoru-Telutih sebagai peserta peninjau atau sebagai undangan biasa, sayangnya dilewatkan Tim Pemekaran sebagai penyelenggara Mubes.  

Kesatuan sejarah, kultur – adat dan budaya, hak-hak adat atau ulayat masyarakat pesisir Teluk Telutih Seram Selatan (Tehoru-Telutih) adalah satu komunitas secara genekologis dengan masyarakat negeri-negeri di dataran tinggi pegunungan Manusela, seperti negeri Manusela, Maraina, Serumena, Kanike, Maneo Gunung, dan lain sebagainya. Begitu juga dengan negeri-negeri tetangga lain di pesisir selatan seperti Dihel, Liliyama hingga Tunsay di bagian timur serta negeri Tamlaou dan Sepa di bagian barat (gambar opsi 2 warna kuning), masih Satu Darah Suku-bangsa Alifuru Supa Maraina. Area yang tergambar dan dijelaskan pada opsi dua, lebih memungkinkan kebaikan bersama dalam pemisahan untuk penyatuan dalam suatu lingkup wilayah otonomi tersendiri.

Mengabaikan dengan memisahkannya melalui  pengaburan sejarah secara sengaja, sama saja dengan tindakan pembunuhan karakter jatidiri dan identitas, kecuali merasa diri bukan termasuk. Hati-hati, kita ada di Telutih  saat ini, karena sebelumnya ada nenek-moyang kita di tempat ini.


-      Opsi 3(tiga)

           Pemekaran suatu wilayah menghendaki adanya pemenuhan persyaratan yang tidak semudah membalik telapak tangan, butuh usaha dan kerja ekstra bersama beban yang menyertainya, tidak ringan serta pertimbangan matang pada berbagai aspek. Kepentingan siapa dan untuk apa yang menjadi dasar berpijak sehingga harus diperjuangkan, harus pandai membaca, mengamati, mencerna dan cerdas memanfaatkan peluang dalam suatu situasi perkembangan dan dinamisasi ruang-ruang politik yang sedang berlangsung.

Bukan hanya Seram Selatan yang berkeinginan memekarkan diri, wilayah lain dalam satu induk Kabupaten Maluku Tengah juga bermaksud sama. Kepulauan Lease sudah akan menjadi DOB Kota Kepulauan Lease, DOB Kabupaten Pulau Ambon telah lama bergerak mendekati tujuan, Kepulauan Banda akan menjadi otorita khusus pengembangan perikanan, dan Seram bagian Utara sangat aktif dan bersemangat juga menjadi DOB. Bila demikian maka kabupaten bernama Maluku Tengah akan berakhir riwayatnya, selanjutnya karena dengan sisa wilayah sepanjang pesisir selatan pulau Seram, yaitu kecamatan Telutih, Tehoru, Amahei, Kota Masohi, TNS dan Teluk Elpaputih, harus berubah nama dan tidak ada pilihan nama lain, kecuali bernama Kabupaten Seram Selatan.    

Pilihan pada opsi tiga, hanya membutuhkan kesabaran dan sedikit usaha membantu “kawan-kawan” yang hendak mekar, agar mempercepat terbentuknya DOB  pada wilayahnya masing-masing. Tidak perlu lagi memaksa kehendak, hingga menciderai tatanan dan kepentingan berbagai pihak. Hindari keputusan yang sifatnya tergesa-gesa, gegabah, instan, apalagi hanya mengejar kepentingan sesaat. 

Jangan sampai salah menentukan pilihan dan keliru memastikan arah, agar tidak timbul pertanyaan sinisme ; Quo Vadis - hendak kemana, Seram Selatan(Tehoru-Telutih). Ingat, bahwa pilihan dan arah yang diputuskan menentukan nasib masa depan kehidupan bukan sedikit jumlah manusia Teluk Telutih hari ini dan yang akan datang.

Depok,  05 Februari 2016

Friday, February 5, 2016

Selamat Tinggal Kabupaten Maluku Tengah

                  Kabupaten Maluku Tengah – Provinsi Maluku, terus saja mengalami perubahan, bukan karena kemajuan pembangunan yang diukir, akan tetapi perubahan kearah “perceraian”. Wilayah-wilayah yang  secara geografis terpisah secara kepulauan, atau pun di daratan masih satu pulau, yang selama ini menahan derita akibat disengsarakan dengan kesulitan oleh ketiadaan kemudahan dan kepastian menjangkau cita-cita masa depan, sekarang bersikap menyatakan diri secara terbuka untuk segera berpisah secara administratif dari induknya Kabupaten Maluku Tengah. 

Demi kepentingan memperjuangkan perwujudan impian masyarakat - setempat, maka alasan demikian menjadi landasan untuk secara politis  digunakan untuk mengumumkan rencana perpisahan.  Suatu alasan yang umum dan sulit diukur permukaannya, apalagi kedalamannya. Bahwa apakah yang disuarakan, sejalan dengan yang dipikirkan, utamanya oleh para penggagas yang mungkin juga sekaligus adalah deklaratornya. Tentu waktu yang akan menakar baik buruk suatu rencana mengatasnamakan kepentingan masyarakat atau orang banyak, bisa dibuktikan nantinya dalam perjalanan proses hingga terbentuknya suatu Daerah Otonomi Baru (DOB).

Kabupaten Maluku Tengah, hari-hari ini sedang marak diperhadapkan dengan kenyataan sebagian besar wilayahnya dalam proses berencana dan meminta untuk dilepas-pisahkan, agar bisa mengurus sendiri kepentingannya dalam level status administrasi kekuasaan yang setingkat dan sederajat yaitu pemerintahan Kabupaten atau Kota. Setidaknya sudah terpublikasi antara lain, Kepulauan Lease, Pulau Ambon, Kepulauan Banda, menyusul Seram Bagian Utara serta yang paling baru Seram Bagian Selatan. 5(lima) wilayah berencana akan berpisah, mekar menjadi masing-masing kabupaten.

Di pulau Seram untuk wilayah bagian Tengah, di tahun 2010 kalau tidak salah ingat, telah ada deklarasi pembentukan Daerah Otonomi Baru dilakukan di kota Masohi, yang dalam rencana akan menggabungkan wilayah Seram bagian selatan dan Seram bagian utara menjadi satu Kabupaten baru, terpisah dari induknya kabupaten Maluku Tengah, menjadi Kabupaten Seram Tengah.

Sejalan waktu berlalu, entah terlupakan atau memang sengaja dilupakan, atau mungkin saja setelah dipertimbangkan untung rugi kepentingan, peluang dan kendala. Dimana disimpulkan tidak akan memberikan manfaat menjanjikan bagi kecerahan masa depan, entah kepada deklarator atau kepada masyarakat, yang pasti ceritanya tamat begitu saja secara sepihak oleh para deklaratornya, sementara masyarakat yang pernah sudah dilibatkan ditinggalkan bersama pertanyaan yang tidak pernah bisa ditemukan jawabannya karena entah kepada siapa harus bertanya.

DOB Kabupaten Seram Tengah yang telah dideklarasikan tentu sudah melalui kajian awal yang rasional dan menyimpulkan perlunya dibentuk suatu kabupaten sendiri, dalam prosesnya pun pasti telah menguras banyak hal dan sudah memberikan harapan kepada masyarakat di bagian wilayah tersebut terhadap suatu cita-cita bila bisa mengurus diri sendiri. Entah apa alasan  mendasar pembatalannya, yang pasti secara “misterius” rencana pembentukan kabupaten dimaksud telah berakhir dengan penuh tanda tanya. Deklaratornya tidak pernah kembali untuk menjelaskan apa alasan dasar pembatalannya kepada masyarakat Seram di bagian selatan dan utara, sebaliknya muncul lagi wacana pembentukan DOB baru  secara terpisah pada wilayah yang sama, yaitu DOB Seram Utara dan DOB Seram Selatan.

Sementara itu oleh “saudara sekandung” Kabupaten Maluku Tengah yang lain, yaitu Kepulauan Lease, Pulau Ambon, sedang disiapkan untuk menyusul Kepulauan Banda, nyaman dan lancar sedang terus berproses menuju pencapaian cita-cita menjadikan wilayahnya memiliki pemerintahan otonomi baru, tidak lagi menginduk kepada Kabupaten Maluku Tengah.  Mereka telah pasti dengan keputusannya untuk melanjutkan proses “perceraian”. Rentang kendali dan jangkauan kewilayahan adalah yang paling menjadi alasan karena dianggap membatasi dan dibatasi berbagai hal percepatan laju program pembangunan pemerintah kabupaten di wilayahnya dan berimbas merugikan masyarakat, karena kedudukan ibukota kabupaten yaitu kota Masohi terletak di seberang lautan, ada tetapi jauh di pulau Seram.

Ketika suatu wilayah secara lamban berkembang, sehingga perubahan kehidupan dan minimnya daya dukung lingkungan berupa ragam infrastruktur sarana dan prasarana sehingga tidak dapat memberikan dampak positif bagi kepentingan kemajuan wilayah dan masyarakatnya, tentu penilaian akan diarahkan kepada moralitas dan kualitas kepemimpinan sang penjabat utama dan aparatur penyelenggara pemerintahan lainnya. Komitmen pembangunan yang mestinya adil dan merata, dirasa tidak demikian sesuai kenyataan yang dirasakan dan disaksikan. Kecewa menimbulkan ketidakpuasan, berujung pada keputusan untuk menyatakan lebih baik berdiri sendiri dan dengan pemimpin sendiri, diyakini bisa mengurus diri sendiri.


Apa semudah itu prosesnya dan akan lancar-lancar saja jalan yang hendak ditempuh ?

Kabupaten Maluku Tengah sebagai kabupaten tertua di Provinsi Maluku, sebelumnya memiliki area pemerintahan begitu luas, mencakup habis pulau Seram, Pulau Buru, Kepulauan Banda dan dua per tiga dari pulau Ambon. Memiliki rentang kendali wilayah yang membutuhkan kemampuan kerja dan modal ekstra untuk mengatur dan mengurusnya. Situasi dan kondisi demikian, bukan hanya luas wilayah tanpa memiliki potensi sumber daya alam, sebaliknya berlimpah di darat, apalagi di lautannya.

Kepemimpinan pemerintahan kabupaten Maluku Tengah saling berganti, rutin bak arisan, tanpa perubahan berarti bagi kemajuan infrastruktur, sarana dan prasarana, apalagi buat kesejahteraan masyarakat. Potensi kekayaan sumber daya alam dikuras atas nama kuasa pemerintah, sementara masyarakat didiamkan beku bersama kepentingan dan kesulitannya, silahkan mengurus diri sendiri karena pemerintah sedang asyik dengan kesibukan pada urusannya sendiri. 

Pasca Reformasi 1998, ikut pula berdampak kepada kabupaten ini, bak retaknya sepotong “kerupuk”. Pulau Buru mendeklarasikan diri berpisah dari Maluku Tengah membentuk kabupaten sendiri, yang berlanjut dibelakang hari pada bagian selatan pulau Buru juga menjadi kabupaten sendiri. Di pulau Seram bagian timur dan barat masing-masing menyatakan membentuk lagi kabupaten sendiri. 
Di pulau Ambon, wilayah Leihitu dan Salahutu yang mestinya paling awal mekar sejak puluhan tahun lalu bahkan hingga hari ini masih terseok-seok dalam perseturuan memilih, apakah mau bergabung dengan Kota Ambon atau membentuk wilayah kabupaten tersendiri, yaitu Kabupaten Pulau Ambon bakal juga memiliki pemerintahan sendiri.

Pilihan berpisah – putus gandong, pisah sudara, oleh yang telah berdiri sendiri, semua itu kita ketahui sebagai akibat lambannya perubahan bagi wilayah dan masyarakat. Mungkin juga karena sering terlupakan oleh pemerintah kabupaten dalam keinginan menuju pencapaian kemajuan berbagai hal, yang didapatkan, dinikmati, dan dirasakan oleh masyarakat di wilayah-wilayah dimaksud semasa masih bersama saudara tua kabupaten Maluku Tengah. 

Sekarang malah keadaan sudah jauh lebih lebih baik kondisi wilayah dan kehidupan sosialnya. Memiliki daerah otonomi dan pemerintahan  sendiri, wilayah yang sebelumnya terisolasi, sekarang terhubung oleh sarana prasarana oleh  infrastruktur yang makin membaik dan sangat berguna untuk mobilisasi orang demi kepentingannya dan baik untuk perkembangan perekonomian masyarakat. Kota-kota baru terbangun, peluang kesejahteraan sosial, ekonomi, pendidikan dan serta ruang-ruang aktifitas politik publik makin terbuka dan menjanjikan harapan oleh adanya proses perubahan yang tengah berlangsung. Kegunaannya makin terasa karena menjanjikan harapan untuk menjangkau masa depan pasti dan tentu agar lebih baik nantinya.


Baca juga

Bahwa secara teori, tujuan pemekaran wilayah adalah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat, peningkatan keamanan dan ketertiban, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pengelolaan potensi daerah, dan agar terjadinya percepatan pembangunan ekonomi daerah.  Setidaknya, rentang kendali dalam mempercepat pencapaian tujuan dimaksud melalui peluang otonomisasi guna mengurus diri sendiri, dapat lebih mudah, diperpendek, dipersingkat, intinya lebih baik lagi.

Sementara itu, sang induk – kabupaten Maluku Tengah, makin renta dan terpuruk ke telaga penuh lumpur dan karena kehilangan arah meraba hendak kemana dan bagaimana lagi langkah selanjutnya, beradu pikir dipersimpangan penuh kabut. Bagaimana tidak, bila masih lagi ada penghuni rumah tua yang juga terus memaksa hendak berpisah pula mengikuti saudara-saudaranya yang lebih dulu pergi, tentu harus dibekali dengan ongkos dan beban pengurusan. Kas dan tanggungjawab makin terkuras, mengurangi kewajiban rutin untuk urusan sendiri.
   
Kepulauan Lease sudah pasti mungkin akan menjadi kabupaten atau mungkin juga kota, pulau Ambon bisa jadi memilih jalan sendiri sebagai Kabupaten Pulau Ambon, karena itu pilihan rasional dan tercepat daripada berlama-lama tanpa kejelasan seperti selama ini. Kepulauan Banda telah jelas terprogram secara Nasional oleh Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Provinsi Maluku, menjadikan wilayah dimaksud sebagai Kawasan Ekonomi Khusus untuk industri perikanan laut plus pariwisata. Sebagai kawasan khusus tentu kepulauan Banda beralih fungsi kendali menjadi otorita pemerintah provinsi sebagai administratornya mewakili pemerintah pusat tentunya.



          Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah di “kampung besar Masohi,  makin kering pendapatan  buat pundi-pundi Pendapatan Asli Daerah(PAD)–nya dari wilayah basah perairan laut di selatan. Dampak berikutnya ikut berimbas pada makin sempit oleh berkurangnya luas wilayah dan jumlah penduduk, jelas akan ikut mempengaruhi sumber pendapatan khususnya alokasi anggaran dari pemerintah pusat dan provinsi untuk kebutuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Maluku Tengah. Sedangkan kewajiban sebagai kabupaten induk kepada daerah otonomi baru berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2007 tentang tata cara pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah, beban tanggung jawab atas daerah otonomi baru hingga mampu melangkah sendiri masih menjadi tanggung jawab kabupaten induk, setidaknya paling cepat 2(dua)tahun baru lepas.

Pentahapan daerah otonomi baru akan dimulai dengan pembentukan daerah persiapan sehingga sebagai kabupaten induk akan mengalokasikan anggaran kepada calon daerah kabupaten otonomi baru. Kalau sekiranya dipaksakan dan tidak sesuai dengan kehendak kepala daerah maka ditakutkan akan terjadi konflik interes antara kepala daerah dan tim usulan pemekaran ini. Alasannya, seluruh daerah calon persiapan sampai dengan pembentukan daerah otonomi baru masih akan menjadi tanggungan kabupaten induk, oleh karenanya DPRD Maluku tidak akan gegabah untuk menyampaikan dalam paripurna guna melakukan kesepakatan bersama dengan gubernur untuk dibuat kesepakatan bersama”, demikian kata Ketua DPRD Maluku, Edwin Adrian Huwae di Ambon, Jumat (8/5) Tribun-Maluku.com.

Untuk wilayah yang masih baru berencana dan yang sudah pada tingkat persiapan menuju pembentukan DOB, maka pemenuhan persyaratan utama jangan sampai mengorbankan hal-hal prinsip lokal dengan melangkahi, memaksa dan menabrak kepentingan intern suatu wilayah Negeri, Petuanan, maupun faktor kesejarahan suatu wilayah, sehingga niat baik bila itu benar adanya tidak akan menjadi boomerang, dan mampu membaca jauh ke depan.

Wilayah administratif tersisa Kabupaten Maluku Tengah pada akhirnya hanya ada pada wilayah tengah pulau Seram baik di bagian selatan maupun bagian utara. Tetapi di bagian utara terlihat mulai rajin bersiap buat pisah juga, maka akan tinggal hanya bagian selatan pulau Seram. Dengan sepenggal sisa wilayah dimaksud, apakah  masih pantas menyandang nama Kabupaten Maluku Tengah ?

Idealnya nanti lebih pantas berganti nama menjadi Kabupaten Seram Tengah, atau ya Kabupaten Seram Selatan, selanjutnya ucapkan selamat tinggal kepada Kabupaten Maluku Tengah.

Depok, 02 Februari 2016
M.Thaha Pattiiha